Pekanbaru – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pekanbaru melalui Bidang Hukum dan Advokasi menyoroti lambannya respon pemerintah dan aparat penegak hukum dalam menangani Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang kembali membakar sejumlah wilayah di Provinsi Riau.
Farhan Abrar, Kabid Hukum dan Advokasi HMI Cabang Pekanbaru, menyampaikan bahwa Karhutla di Riau bukan lagi sekadar bencana musiman. Ini sudah masuk kategori krisis ekologi, akibat gagalnya negara menjalankan fungsi pencegahan, pengawasan, dan penegakan hukum secara serius.
"Kami di Bidang Hukum dan Advokasi HMI Cabang Pekanbaru memandang Karhutla ini bukan cuma soal api dan asap. Ini soal negara yang abai sejak awal. Jangan tunggu asap pekat baru sibuk cari solusi. Pencegahan seharusnya dilakukan jauh-jauh hari, bukan setelah api membesar," tegas Farhan Abrar.
Riau Sudah Darurat: 582 Titik Panas
Data BMKG per 21 Juli 2025 mencatat 582 titik panas di Riau. Wilayah terparah berada di Rokan Hilir (244 titik), Rokan Hulu (192 titik), dan Kampar. Ini bukan lagi peringatan, tapi sudah kondisi darurat nyata di lapangan.
"Kami mendesak Gubernur Riau untuk segera menetapkan status Siaga Darurat, dan jika perlu langsung Tanggap Darurat. Ini soal keselamatan rakyat, bukan soal administrasi. Jangan menunggu jatuhnya korban baru sibuk gelar rapat atau konferensi pers," tambah Farhan.
Hukum Jangan Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas
HMI Cabang Pekanbaru menyoroti bahwa penegakan hukum terkait Karhutla selama ini cenderung berat sebelah. Yang ditangkap hanya masyarakat kecil di lapangan, sementara perusahaan pemegang konsesi yang lahannya terbakar seringkali tak tersentuh hukum.
"Kami meminta Kapolda Riau untuk berani bersikap adil. Jika ada perusahaan yang terbukti lahannya terbakar, proses hukum harus jalan. Jangan cuma kejar petani kecil yang buka lahan seadanya. Mana data perusahaan itu? Siapa pemilik konsesinya? Publikasikan! Ini bukan rahasia negara, ini hak rakyat untuk tahu," tegas Farhan.
Hak Rakyat atas Informasi Lingkungan
HMI Cabang Pekanbaru mengingatkan bahwa hak masyarakat atas informasi lingkungan hidup dijamin oleh Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
"Rakyat berhak tahu siapa yang bermain di balik Karhutla ini. Menutup-nutupi data adalah bentuk pengkhianatan terhadap hak publik. Negara wajib transparan, apalagi menyangkut keselamatan orang banyak," kata Farhan.
Jika Pemerintah Acuh, Mahasiswa Tidak Akan Diam
Sebagai garda advokasi rakyat, HMI Cabang Pekanbaru menegaskan akan terus melakukan pengawalan dan advokasi terhadap persoalan Karhutla ini. Jika dalam waktu dekat tidak ada tindakan konkret dari pemerintah dan aparat penegak hukum, HMI siap mengambil langkah lanjutan.
"Jika Kapolda dan Gubernur Riau tetap acuh, kami dari HMI Cabang Pekanbaru akan mengambil langkah advokasi berikutnya. Ini bukan sekadar orasi, ini adalah upaya menagih tanggung jawab negara. Karhutla bukan bencana biasa, ini kejahatan ekologi yang terus diulang-ulang. Negara jangan berdiri di barisan korporasi, berdirilah di barisan rakyat," tutup Farhan Abrar, Kabid Hukum dan Advokasi HMI Cabang Pekanbaru.
Laporan : Giv