Kehidupan manusia selalu tak bisa dipastikan. Kadang nasib malang datang, kadang mujur yang terhidang.
Masalah hukum bisa menimpa siapa saja. Bila seseorang yang mengerti hukum dan berduit, tidak lah masalah. Tapi bagaimana bila orang kecil dan hidup susah? Nah, disitulah peran advokat sedemikian penting.
Ditengah blantika hukum Riau yang penuh paradoks, muncul dua tokoh advokat yang berjalan di garis rakyat miskin.
Dua keluarga besar Dwitunggal Nasution, yakni Ali Husin Nasution, SH dan Maksum Nasution, SH,MH
Ali Husin Nasution menemukan sosok muda, seorang mubaligh berpenampilan sederhana, Dialah Maksum Nasution, SH, MH, alumni Fakultas Syariah dan ilmu Hukum UIN Suska Riau.
Maksum ternyata berjiwa serupa dengan mentornya Ali Husin itu. Ia ingin rakyat miskin dibela, karena kalau tidak, mereka jadi mangsa oleh rimba belantara distorsi hukum Indonesia.
Sejak muda Ali Husin sudah tertarik dengan ilmu hukum. Suara serak Adnan Buyung Nasution memukau hatinya. Baharudin Lopa sang Jaksa Agung Idealis memikat nalarnya. Ali Husin mengambil kuliah hukum demi membela rakyat kecil yang dilanda prahara hukum. Walau kini usia tak terbilang muda, tapi gebrakan taktis cepat mengetik surat kuasa khusus, investigasi berbekal secawan kopi, keluar masuk kampung numpang gerobak petani, telat makan karena kedai nasi jauh, adalah hal biasa dijalani tatkala umat meminta.
Bang Ali, begitu dia biasa dipanggil, hanya berkendaraan roda dua. Mobilnya di "sekolah" kan untuk biaya kuliah anaknya. Dengan jeket dan topi agak lusuh, Ia masuk ke hutan rimba. Menjenguk satwa, membelai fauna flora. Menghibur si miskin papa yang depresi terjerat pidana.
Seluruh ceruk, rantau dan suak diselusurinya, jalan becek berlubang dilaluinya, walau kadang biaya tak seberapa.
Teringat akan nasib di papa, Bang Ali Husin Nasution bersama Junior nya Maksum Nasution membuka Kantor Bantuan Hukum (KBH). Masyarakat kecil berbondong bondong datang mengadu nasibnya, Oleh Bang Ali Husin disambut gegap gempita.
Termasuklah seorang kakek tua, Buya Bustami yang membela jamaah tabligh masuk masjid di Tarai Bangun, tapi harus berurusan dengan pidana.
Untung ada Mitranya Maksum Nasution yang siaga. 24 jam siap diperintah, ta"dzimkan arahan mentornya.
Maksum SH MH sosok yang kritis, suka berdiskusi dan baginya agama harus dijadikan transetter penegakan hukum.
Setiap ada orang mustad'afien terlindas hukum , tubuh advokat muda Maksum bergetar. Ia tak rela hukum melenggangkan ketidak Adilan. Biarlah uang tak seberapa, tapi misi dakwah dan esensi hukum berjalan sesuai misi kemanusiaan dan peradaban luhur.
Oleh karena itu, dengan niat ikhlas dan spirit juang profetik mission, Saya melihat kehidupan Dwitunggal Ali-Maksum Nst penuh berkah. Karena kegiatan dan perjuangannya di tolong Allah. Misinya hidupkan Sunnah yakni menegakkan keadilan dalam rangka mencari Ridha Allah
Juah dilubuk hati sang Dwitunggal, memartabatkan kemanusiaan adalah tugas mulia. Advokat bukanlah diukur dari cincin sebesar telor itik memenuhi jari, kehidupan malam glamour, succes fee kebun sawit dimana mana, plus bini yang mungkin bisa betamboh (he hee).
Officium Nobile lebih memanggil jati diri keinsanan dan tarikan kemanusiaan Bang Ali Husin dan Maksum SH MH sang Muballigh Pejuang. Bagi keduanya, hukum sejati menjadi transetter bagi kemajuan peradaban yang adiluhur. Sebuah cakrawala kehidupan gemah Ripah yang diperjuang para Nabi, Awliya, Para pengusung Pro Justitia. Disana lah Dwitunggal Ali - Maksum berdiri dan mengayuh asa yang terus menggelora. Merajut evidensi sejarah hukum yang bermartabat, mengukir legacy. Tak silau pada peradaban materi yang bikin lupa ada hidup setelah mati...***