Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Produksi Sagu Meranti Terbesar di Dunia. Limbah Dari Industri Sagu Menyumbang 80.426 Ton Per Tahun

JENDELA INFORMASI
Desember 22, 2025, 17:22 WIB Last Updated 2025-12-22T10:22:19Z


Meranti, Tingkap.info — Kabupaten Kepulauan Meranti yang dikenal sebagai sentra produksi sagu terbesar di dunia, kini dihadapkan pada ancaman serius krisis lingkungan. Limbah industri sagu di wilayah ini tercatat mencapai 80.426 ton per tahun, namun hingga kini penanganannya dinilai belum optimal dan berkelanjutan.


Permasalahan limbah industri sagu telah berlangsung selama puluhan tahun tanpa penyelesaian yang komprehensif, baik dari hulu hingga hilirisasi. Kondisi ini dinilai berpotensi memperluas pencemaran lingkungan apabila tidak segera ditangani secara serius oleh pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan.


Berdasarkan data yang dihimpun, dari sekitar 95 kilang sagu yang beroperasi di Kepulauan Meranti, hanya sebagian kecil yang telah memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Situasi tersebut menjadi persoalan konkret di lapangan dan memperkuat indikasi bahwa industri sagu Meranti telah memasuki tahap darurat lingkungan.


Dampak pencemaran limbah sagu tidak hanya mengancam kualitas badan sungai, tetapi juga berpotensi memusnahkan ekosistem biota air, merusak hutan mangrove yang berfungsi menahan abrasi pantai, serta menurunkan kualitas hidup masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam tersebut.


Menanggapi kondisi itu, Apen Taruna, putra daerah Kabupaten Kepulauan Meranti sekaligus aktivis lingkungan dan mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan, menyatakan komitmennya untuk berkontribusi langsung melalui penelitian ilmiah.


“Saya ingin berkontribusi nyata bagi kampung halaman dengan melakukan penelitian tesis mengenai limbah industri sagu. Persoalan ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena dampaknya sangat luas,” ujarnya.


Apen menegaskan, penelitian tersebut bertujuan mencari solusi aplikatif dan berkelanjutan agar industri sagu dapat berkembang sejalan dengan prinsip green economy atau ekonomi hijau. Menurutnya, kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, akademisi, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan penyelesaian masalah limbah sagu.


Rencana penelitian ini dijadwalkan mulai dilaksanakan awal tahun 2026, saat ini masih dalam tahap pengurusan administrasi penelitian di universitas. Proses penelitian diperkirakan akan memakan waktu yang cukup signifikan serta melibatkan berbagai pihak terkait.


Namun demikian, Apen juga menyoroti pentingnya dukungan dan jaminan keamanan dari pemerintah daerah agar penelitian dapat berjalan dengan lancar di lapangan.


“Saya berharap pemerintah daerah dapat memberikan dukungan penuh, termasuk jaminan keamanan, agar penelitian ini dapat berjalan tanpa hambatan dan memberikan manfaat nyata bagi Meranti,” pungkasnya.


Upaya akademik ini diharapkan menjadi langkah awal dalam merumuskan kebijakan strategis pengelolaan limbah industri sagu yang ramah lingkungan, berkelanjutan, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat Kepulauan Meranti. 

Iklan

iklan