Iklan

iklan

Iklan

iklan
,

Iklan

iklan

Melindungi Tuah Menjaga Marwah, Siap Jendral! Ulasan Ekologi Budaya Sang Kapolda Oleh : Elviriadi, Ph.D

JENDELA INFORMASI
Juni 15, 2025, 15:01 WIB Last Updated 2025-06-15T08:12:23Z

 



Tuah dan Marwah adalah langgam Melayu yang sering didentingkan. Para punggawa adat dan tokoh budaya, serasa tawar bila diujung lidah pidato nya tak tersebut "dua kata" itu.


Namun bagaimana bila yang menggeleparkan diksi "Tuah" dan "Marwah" ianya seorang penegak hukum yang digdaya? Itu lah yang akhir akhir ini mencuat di panggung publik Riau dari seorang Kapolda Irjend Herry Heryawan.


Saya beberapa waktu lalu beruntung bisa mendengar langsung, elaborasi Tuah dan Marwah itu dari sang Kapolda, ditengah terik panas gundul hutan Desa Balung Kecamatan XIII Koto Kampar.


"Menjaga hutan berarti menjaga warisan budaya dan peradaban. Menghancurkannya berarti membinasakah seluruh penghuni alam, sebuah kejahatan luar biasa. Ekosida, " ujarnya dengan suara bergetar.


Tak berhenti disitu, sang Jendral muda menyambung narasi heroiknya. "Tuah Hutan Pada Rindangnya. Tuah Laut pada Ombaknya. Tuah Tanah pada Suburnya. Tuah manusia pada akal budinya.


Whatever, spirit naratif

" Melindungi Tuah Menjaga Marwah" sang jenderal , tak kan pernah berputik, kecuali dari sebuah niat baik. Juga bermakna menyelami budaya dan ruh Melayu sebagai kapal induk mengharungi badai peluluh lantakan hutan Riau.


Bung Herry Sang Jendral yang humble mengingatkan Riau pada Franklin D. Roosevelt (1882-1945).


Negarawan dan Presiden Amerika Serikat itu berdiri di atas podium, satu abad sebelum isu-isu global warming diucapkan: Sebuah bangsa yang menghancurkan hutan tanahnya, berarti menghancurkan dirinya sendiri. Ucapannya, seperti menembus waktu hingga ke masa kini.


Saya coba mendekatkan Bung Jendral Herry dengan Tenas Effendi atau Budayawan Riau UU Hamidy. Alam semesta tidak harus dipandang sebagai seunit mesin, yang tersusun atas sekumpulan objek yang terpisah, melainkan sebagai sebuah keseluruhan yang harmonis. Antara manusia, alam , kebudayaan dan Tuhan tak bisa dipisah-pisahkan; melainkan satu persebatian.


Dalam ruh Melayu yang bertuah dan bermarwah, flora, sungai dan suak, ceruk dan rantau, mengilhamkan imaji Melayu yang sasa. Sebuah impian puak yang rindu ketentraman, kebajikan dan pembagian ruang hidup dengan seksama. Imajinasi Melayu bukan resep untuk menjadi ras arya yang perkasa, rasa superior dan ego puak yang berhasrat menguasai hutan dan memporak porandakan lingkungan ekologism. Rimba justru dipelihara sebagai "tuah", "keberuntungan" . Jiwa Melayu sejati yang bertuah ingin berpangku-pangku dengan hewan, bersatu dengan tumbuhan dan keanekaragaman ragaman makhluk ciptaan Tuhan. Rimba kemudian merecup dalam berpusu-pusu pantun dan ungkapan, riuh rendah dalam kehalusan prosa, menyuarakan suara hati yang bersambut kicau burung di kala pagi. “Di atas pulau gambut ini, peluh kita pernah tumpah, dibawa anak sungai yang menjalar di akar-akar bakau. Sampan tua yang mengapung, di atas harapan dan doa, kita dayung menuju muara. Tempat ikan-ikan mengaji laut dengan siripnya….”


Kerapatan hutan nibung, tidak saja menjadi sumber katahanan pangan pribumi, tetapi telah jadi benteng Tuanku Tambusai dan Raja Haji Fisabilillah berlawan dengan penjajah Belanda. Harimau jadi kawan seperjuangan. Beruk dan kancil jadi tamsilan. Gambut jadi markaz keriangan hewan melata yang menghias senja, tempat jejak kaki budak-budak berlari telanjang dada, menanti matahari hilang ke peraduannya. Dari alam, kata Aldo Leopold, seorang pengasas ekosentrisme, masyarakat membentuk budaya. Budaya yang segan silu penuh cinta, budaya terbuka, sikap harmoni yang tiada tara laksana siulan daun keladi di malam gulita. Kecik tapak tangan, nyiru kami tadahkan,” demikian ungkapan Melayu yang terkenal itu.


Dari tebing kebudayaan begitu rupa, Bung Jendral itu mengajak segenap Anggota Polda Menyergap para penderhaka rimba.


Dibentuk berbagai unit organis menyergap pengharu biru tanah Melayu. Ia ingin Riau Tak lagi risau. Hutan nya harus kembali hijau. Tak peduli pujian atau cacian menghadangnya. Lindungi Tuah, Pelihara Marwah. Agar Riau tak lagi berkuah. Biar rakyat tak lagi susah. Negeri makmur alam pun indah. Seluruh jagat menjadi berkah. Kepada Nabi Meminta Syafaah. Tujuan akhir ianya Ridha Allah.



Iklan

Iklan Ojek Online